Tulungagung — Bulan Agustus seharusnya menjadi momen rakyat Indonesia merayakan kemerdekaan dengan semangat persatuan dan nasionalisme. Namun ironisnya, di sejumlah wilayah Kabupaten Tulungagung, justru terjadi fenomena mencederai semangat tersebut: praktek perjudian dadu dan sabung ayam yang semakin merajalela dan terang-terangan.
Hingga Kamis, 31 Juli 2025, kami mencoba mengonfirmasi langsung melalui pesan WhatsApp kepada Kapolres Tulungagung, namun tidak ada respons. Upaya serupa juga dilakukan kepada Kasat Reskrim Polres Tulungagung, namun hingga berita ini diturunkan tidak ada konfirmasi maupun klarifikasi. Bahkan saat kami menghubungi anggota Resmob yang biasanya menangani kasus-kasus seperti ini, tidak ada satupun jawaban atau keterangan resmi yang diberikan.
Kondisi ini memunculkan pertanyaan besar di tengah masyarakat: ada apa sebenarnya? Apakah ada pembiaran? Atau bahkan kongkalikong yang melindungi aktivitas ilegal ini hingga disebut-sebut sebagai “Las Vegas”-nya Tulungagung?
Sejumlah wilayah yang terpantau aktifitas perjudiannya antara lain Jalinan, Boyolangu, Ngunut, Rejotangan, dan Kalidawir. Alih-alih digunakan untuk kegiatan positif menyambut Hari Ulang Tahun Republik Indonesia, sejumlah oknum justru memanfaatkan momen ini untuk menggelar praktik perjudian secara terbuka.
Perlu ditegaskan, perjudian bukan budaya rakyat Indonesia, dan tidak bisa dibenarkan sebagai hiburan lokal. Aktivitas ini adalah pelanggaran hukum, sebagaimana tertuang dalam Pasal 303 KUHP, di mana setiap orang yang menyelenggarakan perjudian dapat dipidana maksimal 10 tahun penjara atau denda Rp25 juta. Sedangkan peserta perjudian diatur dalam Pasal 303 bis ayat (1), dengan ancaman hukuman hingga 4 tahun penjara atau denda Rp10 juta.
Lebih dari sekadar pelanggaran hukum, perjudian juga merusak ekonomi masyarakat kecil, mengganggu moral sosial, dan kerap menjadi pintu masuk tindak kriminal lain, seperti penganiayaan, perkelahian, dan bahkan pencucian uang.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo secara tegas telah menyatakan tidak akan mentoleransi segala bentuk perjudian, baik konvensional maupun online. Bahkan dalam perintahnya yang tertuang dalam telegram rahasia ST/2122/X/RES.1.24/2021, Kapolri menginstruksikan seluruh Kapolda, Kapolres, dan Kapolsek untuk menindak tegas dan mencopot aparat yang terlibat atau membekingi perjudian.
"Judi ini betul-betul harus kita berantas, dan kita minta seluruh Kapolda, Kapolres, hingga Kapolsek untuk tidak main-main. Bila terbukti terlibat, akan langsung dicopot,” tegas Kapolri dalam pernyataan resminya.
Namun fakta di lapangan justru berbanding terbalik. Saat masyarakat berharap pada aparat, tidak ada aksi nyata yang terlihat. Tidak ada razia. Tidak ada penyitaan. Tidak ada penangkapan. Yang muncul justru pembiaran.
Maka dari itu, warga mendesak Polres Tulungagung untuk segera mengambil langkah nyata, antara lain:
- Melakukan razia gabungan secara intensif di lima titik rawan perjudian.
- Menangkap pelaku, bandar, dan siapapun yang membekingi aktivitas tersebut.
- Menyita barang bukti: uang taruhan, alat judi, kendaraan, hingga properti yang digunakan.
- Melibatkan masyarakat dalam pelaporan, dan melindungi pelapor dari intimidasi.
- Melaporkan hasil penindakan secara transparan ke publik, sebagai bentuk akuntabilitas.
Bulan kemerdekaan ini seharusnya menjadi panggung perjuangan dan kebangkitan moral, bukan justru ladang subur bagi penyakit sosial seperti
perintah dari Mabes Polri sudah jelas. Regulasi sudah tegas. Laporan masyarakat terus berdatangan. Kini saatnya Polres Tulungagung membuktikan bahwa mereka tidak tutup mata dan tidak bermain dalam kubangan perjudian. Warga tidak butuh janji, tapi aksi nyata.
Jika aparat terus diam, masyarakat punya hak untuk mempertanyakan: apakah hukum masih berlaku? Apakah aparat masih berpihak pada rakyat atau pada uang taruhan?